Bawean: Ada Matahari, Ada Secercah Cerita, Ada Secuil Bahagia
Bawean. Hmm...mendengar nama satu ini, mungkin Anda akan langsung menangkap bahwa Bawean adalah nama sebuah daerah di daerah selatan Kabupaten Semarang. Padahal, daerah tersebut bernama Bawen, bukan Bawean.
Ketika mencari-cari di peta pun, akan ada cukup banyak tanda tanya, "dimana sih Bawean itu?" kemudian sebagian ada yang menduga-duga bahwa Bawean itu berada di daerah Kepulauan Kangean, sebelah timur Pulau Madura. Ada juga yang menduga-duga bahwa Bawean itu ada di daerah pelosok Kalimantan. Padahal, Pulau Bawean terletak di tengah-tengah laut Jawa. Lebih tepatnya sekitar 300 km di utara Gresik, Jawa Timur. Lebih tepatnya lagi, separuh perjalanan dengan kapal laut trayek Surabaya-Banjarmasin. Jadi, jika Anda berkesempatan menaiki kapal laut dari Surabaya ke Banjarmasin, Anda akan sekilas melihat Pulau Bawean yang menjulang eksotis dengan lautan yang biru. Maka, memang sudah selayaknya Pulau Bawean, yang memiliki arti ada (cahaya) matahari ini layak dikunjungi sebagai destinasi wisata yang wow.
Hampir 11 bulan yang lalu, saya mendapatkan kesempatan super spesial untuk bisa berkunjung ke Pulau Bawean. Kenapa super spesial? Karena selain datang kesana dalam rangka bakti sosial, rombongan yang saya ikuti ini berkesempatan menggunakan armada yang spesial untuk menuju ke Bawean. Biasanya, untuk menuju Bawean bisa menggunakan Kapal Express Bahari 1C, dan per-2013 ditambah lagi 1 armada lintas Gresik-Bawean dengan tarif Rp 60.000,00 kelas ekonomi. Namun, kali ini kami menggunakan armada khusus dari Armatim (Armada Timur Angkatan Laut Republik Indonesia) yang telah mempercayakan KRI Teluk Mandar 514 untuk menghantarkan rombongan kami.
KRI Teluk Mandar 514 Dari Kabin Kendali
KRI Teluk Mandar dari Dek Belakang
Bukan cuma KRI TMR 514 nya yang wow. Ternyata ada sebuah potensi wisata di Jawa Timur yang tidak banyak orang tahu, Bawean. Jawa Timur? Tepat, Bawean sendiri masih termasuk wilayah Provinsi Jawa Timur dan masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Gresik. Jadi, di Pulau Bawean ini ada beberapa kecamatan. Jangan dipikir terletak di tengah Laut Jawa lalu di Pulau Bawean ini tidak ada listrik, Pulau Bawean telah memiliki sumber listrik yang mencukupi untuk menghidupkan listrik se-pulau Bawean tentunya dengan sebaran listrik yang relatif merata. Jalannya? Jangan bayangkan pula bahwa jalan di Bawean masih tanah dan berbatu-batu makadam. Hampir 70% jalan di bawean yang menghubungkan antar kecamatan merupakan jalanan beton, jalan yang kalau di Jawa hanya ada di Jalan Tol atau di perempatan-perempatan. Betapa majunya Bawean ini!
Dermaga Pelabuhan Bawean, 17.00
Senja di Dermaga Pelabuhan Bawean
Tata kotanya hampir mirip dengan sebagian besar kota di Jawa, ada alun-alun di tengah kota dekat pelabuhan, dikelilingi masjid, pusat pemerintahan, sekolah, pasar, dan pusat bisnis. Tidak ada bangunan yang tinggi menjulang dan mencakar langit di Bawean. Rata-rata rumah paling tinggi hanya tingkat 3. Itupun sangat jarang. Rata-rata hanya rumah biasa berlantai 1. Mayoritas penduduk Bawean bekerja sebagai TKI. Sisanya ada yang menjadi nelayan, pedagang, guru, dan petani. Karena mayoritas pekerjaannya adalah TKI, maka tidak heran ketika Idul Fitri, pulau ini menjadi ramai karena penduduk asli banyak yang pulang kampung. Mayoritas penduduk Bawean adalah suku asli Bawean, sebagian merupakan pendatang dari Jawa. Bahasa yang digunakan pun juga merupakan Bahasa Bawean, yang intonasi dan pengucapannya nyaris mirip dengan Bahasa Madura (meskipun sampai hari ini saya kok nggak paham2 bahasa Madura .__.).
Salah satu view dari sebuah bukit di Bawean
Ketika memasuki Bawean, Anda akan bertanya-tanya, kenapa kok kuburan ada begitu banyak di Pulau Bawean ini. Yap, kuburan-kuburan tersebut adalah leluhur-leluhur Pulau Bawean. Jangan kaget, karena dimana-mana akan terdapat banyak batu nisan atau kuburan. Kadang ada di sebelah rumah, kadang mengumpul jadi satu di komplek pemakaman. Kuburan dimana-mana ini membuat Bawean menjadi salah satu 'pulau yang penuh misteri'. Selain itu, terdapat juga banyak cerita-cerita horor yang bisa menemani waktu malam Anda ketika Anda bercakap-cakap dengan warga sekitar. Yang jelas, warga sekitar sangat welcome terhadap wisatawan-wisatawan.
'Objek wisatanya cuma Tanjung Ga'an?' Jawabannya: Tidak! Ada cukup banyak obyek wisata. Selain Tanjung Ga'an, di dekat Tanjung Ga'an ada pantai yang bernama Pantai Cemplon (mas-masnya yang rumahnya saya tinggali sih mengatakan seperti itu, karena pantainya penuh dengan batu-batu yang mirip cemplon). Tapi, warga sekitar pantai menyebutnya sebagai Pantai Tanjung Kodok karena ada batu karang yang menyerupai kodok lagi berdiam diri di tengah laut. Nah lho, yang bener mana? Semua benar. Yang jelas, pantai ini terletak lebih kurang 8 km dari Kecamatan Sangkapura. Jalur yang super mini, bergelombang, hanya beralaskan tanah padat, naik turun tidak karuan akan menghiasi perjalanan Anda. Pantai Tanjung Kodok ini merupakan satu-satunya jalur masuk ke Tanjung Ga'an. Terlihat sekali banyak batu-batuan vulkanis berwarna hitam di tepi pantai. Besar kemungkinannya, dulu di Pulau Bawean ada aktivitas vulkanis yang lumayan besar.
Sunset Tanjung Kodok
Perjalanan mungkin akan terasa melelahkan karena dari Tanjung Kodok Anda harus berjalan 3 km ke arah barat untuk mencapai Tanjung Ga'an. Tapi, sekali dayung 3 pulau terlampaui. Ketika Anda berkunjung ke tempat tersebut, Anda akan melihat keindahan Tanjung Kodok, Tanjung Ga'an (ini nulisnya gimana sih, ada yang bilang Tanjung Ge'eng, Tanjung Gahan, Tanjung Gahang. Mbuh lah ._.), dan bekas penambangan Marmer. Wow, marmer? Jangan salah. Anda akan terkesima dengan keindahan batu marmer di Tanjung Ga'an ini. Penambangan marmer ini, kabarnya, dulu sempat menjadi penghasilan primadona bagi warga sekitar. Namun, penambangan tersebut ditinggalkan begitu saja oleh para penambangnya, diesel pengasah, diesel penyedot dan gubug-gubug juga masih ada disana. Kabarnya sih, kabarnya, penambang tersebut ditampaki oleh sesosok makhluk yang sangat tidak lazim yang intinya menyuruh penambang menghentikan aktivitasnya. Yaaa serem sih ketika lewat tempat itu dan langsung diceritain oleh penduduk sekitar. Settingnya pun pas, yaitu hutan-hutan dengan vegetasi yang padat, dan jalanan yang naik turun. Sebelas-duabelas lah sama shooting filmnya Angling Dharma.
Setelah lepas dari hutan, Anda akan sampai di sebuah teluk kecil. Mirip pantai Baron di Gunungkidul DIY lah tepatnya. Pantai dengan karakteristik karang yang terjal. Tapi, ini masih belum Tanjung Ga'an. Bagi yang lelah, bisa beristirahat sejenak sebelum melewati medan yang lebih berat lagi menuju Tanjung Ga'an.
Dari teluk ini ke Tanjung Ga'an, masih perlu berjalan lagi 300 meter dengan karakter medan terdiri dari batu cadas yang runcing dan beberapa batu marmer, melewati semak-semak, dan harus melompati beberapa lobang yang menganga di sela-sela batu. Sekali terpeleset, eits hati-hati, bisa jadi patah tulang. Jadi, sebaiknya jangan malam-malam ketika ingin ke Tanjung Ga'an.
Batu-batuan Marmer Sisa Tambang di Tebing Tanjung Ga'an
Berat kan medannya? Semuanya akan terbayar ketika tiba di Tanjung Ga'an. Dominasi batu-batu padas yang runcing dan birunya laut yang tembus pandang hingga karang-karang di bawah tebing kelihatan merupakan sebuah perbauran yang pas dan tidak bisa dicari dimanapun, selain di Tanjung Ga'an. Air yang tenang dan ikan yang bergerombol berenang menjadi ciri khas dari pemandangan laut Tanjung Ga'an. Saking jernihnya air, jadi pengen melompat dan snorkelling. Tapi jangan. Karena sekecil apapun gelombangnya, Anda akan terseret membentur dinding tebing yang lancip-lancip. Setidaknya cukup banyak yang meninggak di tempat tersebut menjadi peringatan supaya tidak semberono di tempat tersebut. Kalau ingin snorkeling, bisa menyewa perahu dari Tanjung Kodok dengan tarif yang relatif murah.
View dari Tanjung Ga'an
Batu Karang yang menggoda untuk dihampiri
Itu baru pemandangan ketika siang. Ketika matahari mulai melorot, pemandangan jadi lebih syahdu lagi. Dan lagi-lagi ditemani cerita horor dari penduduk sekitar mengenai Tanjung Ga'an. Nah, kalau sudah mulai sunset, sebaiknya segera meninggalkan Tanjung Ga'an daripada nanti tidak bisa pulang. Memang cukup banyak sih yang memilih bermalam di sekitar Tanjung Gaan dengan mendirikan kemah. Namun, tindakan tersebut beresiko kalau tidak ditemani penduduk sekitar.
Sunset of Tanjung Ga'an
Sudah, cukup? Belum! Masih ada 3 obyek wisata lain yang belum saya kunjungi. Samasekali. Pertama adalah penangkaran Rusa Bawean. Rusa Bawean merupakan salah satu hewan khas dari Pulau Bawean. Penangkarannya cukup dekat dengan Kecamatan Sangkapura. Cuma sekitar 3 km (kalau tidak salah). Naik sepeda motor cukup 30 menit. Kedua, ada Danau Kastoba. Dan ketiga ada satu pantai di kecamatan Lombang (kalau tidak salah namanya ini, dan berada di pucuk utara Pulau Bawean, lebih kurang 15 km dari Kecamatan Sangkapura) dengan pantai pasir putih yang super eksotis.
Saya hampir tiba di Danau Kastoba, danau unik bin ajaib yang ada di Bawean. Danau ini lucu, karena terletak persis di puncak gunung. Seperti dugaan saya di awal bahwa ada aktivitas vulkanik, maka mungkin Danau Kastoba ini dulunya adalah gunung berapi yang kemudian seiring penuaan lempeng bumi menjadi mati dan akhirnya menjadi danau. Keunikannya lagi, katanya air danau ini asin. Padahal sumber di sekitarnya air tidak asin. Kabar miringnya, danau ini kedalamannya tidak terukur dan kalau ada yang tenggelam di danau ini, jasadnya biasanya ditemukan di daerah pantai di daerah Tanjung Kodok atau Kecamatan Lombang. Wow. Seperti yang sudah disebutkan di awal tadi, Danau Kastoba ini terletak 10 km dari Kecamatan Sangkapura. Dominasi jalanan adalah beton, dan sebagian merupakan jalanan kecil yang dilewati satu sepeda motor aja susahnya setengah mati. Waktu tempuh dengan kecepatan normal (40 km/jam) adalah sekitar 1 jam. Tidak mungkin memacu kendaraan diatas 40 km/jam karena sekalinya ketemu tikungan, kalau tidak berujung dengan tebing, jurang, ya berujung kematian (hebatnya, warga sekitar bawaannya ngebut-ngebut tapi terbiasa). Tanda ketika Anda sudah akan sampai, Anda akan melewati perkampungan yang jalannya hanya cukup untuk 1 sepeda motor (disarankan pakai sepeda motor dan isi bensin full tank). Kemudian masuk terus sampai ketemu ladang dengan jalan ke kanan turun ke lembah, lalu naik lagi. Tebing yang tinggi sekali di depan jalan tersebut adalah danau Kastoba, dan tinggal 100 meter lagi menuju ke lokasi. Perjuangannya memang sulit. Sulit banget. Tapi akan terbayar. Karena selain danau ini unik, di tepi danau, Anda juga bisa melihat keseluruhan Pulau Bawean. Wow sekali! Sayangnya waktu itu saya kurang 100 meter lagi, tapi kami harus menyerah karena kondisi motor dan fisik yang tidak memungkinkan. Kapan-kapan lah mungkin.
Bawean, mungkin Anda tidak tahu dimana tempatnya. Namun, sekali-kali berkunjunglah kesana. Karena keindahan bawah laut dan atas laut Bawean sangat otentik, dan tidak akan ditemukan di Wakatobi, Raja Ampat, atau Karimun Jawa (meskipun saya belum pernah ke ketiga tempat tersebut).
*Semua gambar diambil dengan Sony Xperia X10 MiniPro
Di pulau bawean hanya ada dua kecamatan,yaitu kecamatan sangkapura dan kecamatan tambak.jadi gak ada yang namanya kecamatan lombang..sebagai orang asli bawean saya juga mengucapkan terima kasih sudah mau mempublikasikan cerita tentang pulau bawean.dan ada sedikit info untuk anda barangkali anda belum tau bahwa bandar udara di bawean yang letaknya tak jauh dari tanjung Ga`an sudah beroprasi.
BalasHapusDi pulau bawean hanya ada dua kecamatan,yaitu kecamatan sangkapura dan kecamatan tambak.jadi gak ada yang namanya kecamatan lombang..sebagai orang asli bawean saya juga mengucapkan terima kasih sudah mau mempublikasikan cerita tentang pulau bawean.dan ada sedikit info untuk anda barangkali anda belum tau bahwa bandar udara di bawean yang letaknya tak jauh dari tanjung Ga`an sudah beroprasi.
BalasHapusTerima kasih sudah mengunjungi blog saya Mas Ahmad Nizam.
BalasHapusMohon maaf atas penulisannya dan terima kasih atas koreksinya. Syukurlah jika bandara sudah beroperasi, perjalanan yang cukup sulit tentunya menuju beroperasinya Bandara Bawean. Semoga lain waktu bisa diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki di Bawean lagi