Memburu Mahameru (Etape IV) : Amazing Night
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Kami sudah berkemas dan
segera berjalan menyusuri lereng selatan Ranukumbolo. Kemudian kami berhenti
sejenak di lokasi camp Ranukumbolo untuk sejenak mengambil air untuk persiapan
di Kalimati, karena kabarnya sumber air terakhir hanya di Ranukumbolo. Ya
mumpung sumber air su dekat, beta sonde kekurangan air lagi e.
Bencana datang! Ketika semuanya sudah siap, malah saya yang
gantian belum siap. Cangkolan tas carrier saya mbrodhol sodara-sodara! Sudah
saya duga sebelumnya, karena seingat saya sebelum berangkat, tas saya ini
hampir jebol, tapi nggak tau bagian mana yang akan jebol. Sementara itu harus
membawa beban 4,5 liter air minum dan perlengkapan lainnya. Akhirnya,
barang-barang yang saya rasa memberatkan saya bagi-bagi ke teman-teman.
Kemudian tas saya modifikasi sedemikian rupa sehingga bisa dipakai lagi dengan
menalikan cangkolan pada cangkolan yang lain. Untung dulu pernah kaya gini,
jadi lumayan berpengalaman dalam kondisi darurat :v
Sekitar pukul 17.00 kami kembali berjalan. Medan berat
pertama kami adalah Tanjakan Cinta. Tanjakan curam diatas 60 derajat dan
panjang ini merupakan pembuka perjalanan kami menuju ke Kalimati. Mitosnya sih,
jangan lihat ke belakang. Biar apa yang menjadi cinta dan cita kita bisa
terwujud. Yasudah, diikuti aja. Toh sampe sekarang belum terwujud juga kok :p
Tanjakan Cinta
Baru berangkat sudah di drill dengan medan yang berat.
Otomatis badan drop lagi. Apalagi koyo cabe dan Geliga belum kerasa. Akhirnya,
kami beristirahat di atas tanjakan cinta sekitar 10 menit. Kemudian kami
berlanjut menuju Cemoro Kandang melewati track bawah.
Tanjakan Cinta
Penderitaan belum usai! Ternyata, setelah tanjakan cinta ada
turunan cinta juga. Masa bodo, daripada kelamaan akhirnya jalan cepet lewat
rerumputan. Turunan cinta ini (nggak tau lah namanya) turunan dengan kemiringan
lebih dari 60 derajat dan tracknya licin penuh pasir. Yang menguntungkan, kanan
kirinya rumput. Jadi, lebih baik lewat rerumputan. Selain pengeremannya lebih
efisien, kalau jatuh pun relatif empuk.
Senja Ungu dari Oro-oro Ombo
Sampai di dasar tanjakan, kami melewati sebuah ladang yang
isinya tanaman kering semua. Pendaki menyebutnya dengan Oro-oro Ombo. Kabarnya,
kalau musim hujan, Oro-Oro Ombo ini menjadi padang Lavender. Dan memang benar,
tanaman-tanaman kering itu adalah Lavender. Nanti kalau musim hujan, ungu gitu
warnanya. Sering dipakai pre-wed juga Oro-oro Ombo ini (niat bener). Ketika
melewati lavender, jalan yang ada akan berbentuk lorong-lorong yang asyik.
Nyaris seperti labirin. Patokan agar tidak tersesat adalah Cemoro Kandang,
tempat yang paling banya cemaranya.
Sekitar pukul 17.40 kami sudah tiba di Pos Cemoro Kandang.
Ini spot buat istirahat yang lumayan enak. Banyak cemaranya, teduh, ada tempat
duduknya, yaaa meskipun mirip sama tempat shootingnya Dendam Nyi Pelet. Kami
enjoy saja duduk disitu, sampai kami melihat plang tanda tempat Cemoro Kandang
yang menyebutkan bahwa suhu minimumnya antara -6 sampai -20 Celcius. Kami pun
menyegerakan diri untuk segera berangkat ke Kalimati. Kali ini, perjalanan kami
adalah perjalanan malam yang benar-benar membelah belantara.
Pos Cemoro Kandang
Berbekal senter seadanya, kami bergegas berangkat. Saya
berada di barisan belakang sendiri. Istilahnya sebagai keamanan belakang. Jalur
awalnya masih santai. Cukup datar, dengan beberapa pohon tumbang dan track yang
sedikit berpasir. Track selepas Cemoro Kandang ini didominasi dengan jalur
berkelok-kelok. Kanan kiri didominasi oleh tanaman cemara hutan atau vegetasi
khas dataran tinggi. Track selepas Cemoro Kandang ini adalah melompati sebuah
bukit, karena Kalimati lebih kurang terletak dibalik bukit tersebut.
Perjalanan kami bertemu cukup banyak orang yang barusaja
turun dari Mahameru. Fisik kami sudah mulai lelah sekali. Yang cewek-cewek
sudah mulai merengek-rengek untuk berhenti saja. Tapi perjalanan sudah cukup
jauh. Kembali ke Cemoro Kandang sudah sangat jauh, ke pos selanjutnya kami juga
buta karena tidak ada yang pernah naik sampai Mahameru (dan ini baru terungkap
waktu kami di perjalanan selepas Cemoro Kandang). Akhirnya diambil keputusan bahwa
kami istirahat tiap 10 menit jalan. Saya tetap di posisi paling belakang dan
paling santai. Selain logistik yang saya bawa semakin ringan, badan juga mulai
enak karena geliga mulai memberikan reaksi. Yaaaa, ada untungnya juga tas rusak
:D
Perjalanan semakin menanjak ketika puncak bukit mulai
terlihat. Saya mulai kelelahan bersama Falah. Kami memilih mengambil jarak
dengan yang ada di depan kami. Kelelahan membuat mayoritas dari kami berjalan
dengan menyeret kaki. Ini mengakibatkan medan yang berpasir dan berdebu
amburadul dan debu naik ke atas. Kami yang dibelakang ini yang susah, harus
menghirup debu dan sesak-sesak sendiri. Kalau malam lumayan lah, pakai slayer
bisa mengurangi masuknya debu dan relatif tidak sesak daripada pakai slayer
siang hari. Karena sedikit-sedikit istirahat, akhirnya saya dan Falah mengambil
celah yang lumayan besar. Ketika sudah jauh, kami berdua lalu berjalan lagi.
Tapi ketika yang lain berhenti, kami terus berjalan untuk menghindari capek
kaki yang berlebihan. Banyak berhenti malah bikin capek bro!
Secercah harapan ketika kami sudah tiba di puncak bukit. Kami
berharap tidak kena PHP lagi karena menurut saya, ini adalah PHP kedua kami
setelah PHP dari pos 2 ke pos 3. Kami adalah PHP (Penikmat Harapan Palsu). Ada
banyak tenda kemah yang didirikan di sebuah pelataran yang cukup luas, dan
Puncah Mahameru menjulang di kanan. Saya termasuk rombongan yang cukup awal
tiba disana. Kami bersama meneriakkan “Wooowww Kalimatiiii!!!”
Sampai akhirnya kami mendekati papan tanda penunjuk tempat,
dan kami tersadar bahwa tempat tersebut bukan Kalimati. Tapi masih
di....Jambangan -,,-
Kami sudah benar-benar lelah. Saya Cuma mondar-mandir kesana
kemari biar kaki nggak capek. Cuma satu dua yang lihat tanda penunjuk tempat
tersebut. DI tanda penunjuk tempat, ada rincian jarak yang harus ditempuh dari
Jambangan ke Kalimati. Tiba-tiba teman saya berteriak,” Rek, Kalimati tinggal
200 meter lagi dari sini! Ayo semangat!” Yaaa dasarnya saya tipe orang yang gak
gampang percaya, saya lalu mendekati plang tersebut, langsung saya senteri dan
saya lihat. Hmm, di tulisannya sih Jambangan-Kalimati 1,2 km. Tapi mungkin saya
yang salah baca. Kita lihat saja lah. Kalau 200 meter, berarti paling tidak
dibutuhkan 300 langkah jika asumsinya tiap langkah rata-rata sekitar 75 cm. Dan
saya pun, untuk mengalihkan rasa capek, menghitung langkah kaki. Masih di
bagian terbelakang.
Sudah lebih dari 300 langkah kaki, dan saya yakin bahwa
jarang dari Jambangan-Kalimati adalah 1,2 km. Maka lemaslah saya, sementara
teman-teman lain mulai protes. PHP katanya! Saya Cuma senyum-senyum saja dan
memberi tahu yg lain kalau jarak dari Jambangan-Kalimati 1,2 km.
Tapi tidak sejauh dari Cemoro Kandang ke Jambangan.
Perjalanan kali ini relatif ringan karena tracknya rata-rata mendatar dan
menurun. Didominasi dengan semak-semak dan padang rumput cukup luas. Setelah
sebuah turunan yang cukup berkelok, kami melihat tulisan ‘Kalimati 500 m’ dan
kami bersorak kegirangan. Saking kegirangannya kami, kami mempercepat langkah.
Dan voila! Tak sampai 15 menit kami sudah tiba di Kalimati. Waktu itu sudah
menunjukkan pukul 21.55.
Kami segera ramai-ramai bagi tugas. Ada yang mendirikan
tenda dan ada yang mencari kayu bakar untuk membuat api unggun. Kami
masing-masing sudah emosi. Ada yang saling membentak, ada yang sentak-sentakan
kalau ngomong. Bahkan ada yang masak sambil ngamuk-ngamuk. Ya, namanya juga
kondisi badan capek.
Saya dan Falah kebetulan dapat tugas mencari ranting. Batin
saya, dimana mencari kayu kalau pohon-pohonnya tinggi-tinggi dan tidak ada kayu
yang berguguran? Akhirnya kami berputar-putar mencari ranting kecil-kecil yang
penting bisa dibakar. Karena memotong ranting dari pohon langsung adalah pamali
ketika naik gunung.
Setelah dapat sedikit-sedikit ranting, dan setelah dihantui
rasa takut karena sebuah pohon di Kalimati, kami bergegas membuat api unggun.
Saya, aryok, dan Adi segera memasak. Behubung di luar sanga dingin sementara
api unggunnya Cuma kecil dan nggak ngefek, kami memutuskan untuk memasak di
dalam tenda. Kaki juga sudah senut-senut gara-gara capek dan dingin.
Kali ini, kami memasak sarden dan nasi. Dengan modal super
nekat dan sok tau, beras tidak kami cuci dan langsung kami masak dengan air
yang sangat kurang. Maklum, laki-laki. Nggak pernah masak. Dan nasi kami
akhirnya gosong, berkerak-kerak, dan masih keras rasa beras. Sementara sarden
kami rasanya eneg karena kebanyakan saos kurang garam dan gula. Sebagai pemulih
rasanya, kami membuat milo hangat. Satu nesting untuk 4 orang.
Sementara kami makan dengan terpaksa nasi beras dan sarden
tadi, yang diluar malah ribut sendiri masalah masak memasak. Berhubung badan
sudah tidak kual, pukul 23.00 kami bergegas tidur. Perjalanan dilanjutkan esok
hari, pukul 01.00 untuk muncak ke Mahameru.
TIPS:
Sebenarnya perjalanan malam kurang dianjurkan dalam setiap pendakian gunung, gunung manapun itu. Dari segi alasan mistis, setelah matahari terbenam adalah saat-saat makhluk halus keluar. Dan dari segi alasan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, perjalanan malam hari adalah perjalanan minim cahaya dan penglihatan pun fungsinya sedikit berkurang meski dibarengi dengan pencahayaan yang baik. Selain itu, oksigen ketika malam hari lebih sedikit ketika siang hari karena ketika tidak ada sinar matahari, tanaman memproduksi gas CO2 yang membuat tubuh lebih sesak serta membuat suhu sekitar jadi lebih dingin. Ketika memang harus berjalan malam hari, disarankan untuk meningkatkan kewaspadaan. Setidaknya yang cewek-cewek ada di tengah, dan yang di depan adalah yang benar-benar tahu jalan dan yang dibelakang adalah yang selalu waspada dengan kondisi sekitar. Tetap diusahakan untuk fokus, sesekali mengobrol juga perlu, sesekali berhitung untuk memastikan rombongan juga perlu. Jika lelah dan kehilangan fokus, sebaiknya beristirahat sejenak sembari minum. Istirahat pun tidak perlu terlalu lama. Cukup untuk meregangkan badan, dan jangan menekuk kaki supaya peredaran darah ke kaki tetap baik.
TIPS:
Sebenarnya perjalanan malam kurang dianjurkan dalam setiap pendakian gunung, gunung manapun itu. Dari segi alasan mistis, setelah matahari terbenam adalah saat-saat makhluk halus keluar. Dan dari segi alasan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, perjalanan malam hari adalah perjalanan minim cahaya dan penglihatan pun fungsinya sedikit berkurang meski dibarengi dengan pencahayaan yang baik. Selain itu, oksigen ketika malam hari lebih sedikit ketika siang hari karena ketika tidak ada sinar matahari, tanaman memproduksi gas CO2 yang membuat tubuh lebih sesak serta membuat suhu sekitar jadi lebih dingin. Ketika memang harus berjalan malam hari, disarankan untuk meningkatkan kewaspadaan. Setidaknya yang cewek-cewek ada di tengah, dan yang di depan adalah yang benar-benar tahu jalan dan yang dibelakang adalah yang selalu waspada dengan kondisi sekitar. Tetap diusahakan untuk fokus, sesekali mengobrol juga perlu, sesekali berhitung untuk memastikan rombongan juga perlu. Jika lelah dan kehilangan fokus, sebaiknya beristirahat sejenak sembari minum. Istirahat pun tidak perlu terlalu lama. Cukup untuk meregangkan badan, dan jangan menekuk kaki supaya peredaran darah ke kaki tetap baik.
Komentar
Posting Komentar