Kambira: Kembali ke Rahim Ibu Melalui Pohon
Kambira
oh uwoh kambira woh uwoh Kambira woh uwoh kambira
Maaf,
maksud saya lagu di atas adalah lagu Karmila. Tentu Karmila dan Kambira tidak
ada hubungannya.
Kambira
ini memiliki suasana magis yang lebih kental daripada makam yang lainnya.
Kenapa? Karena Kambira ini merupakan situs makam pohon yang sudah tidak
digunakan sejak 64 tahun yang lalu.
Kambira
merupakan situs pemakaman pohon kuno. Jadi, jenazah yang ada dimakamkan di
dalam pohon. Pohon yang digunakan adalah pohon Tarra’. Tentu bukan sembarang
jenazah yang boleh dimakamkan di pohon ini. Yang boleh dimakamkan di pohon ini
hanyalah jenazah bayi yang belum punya gigi.
Lubang-lubang tempat memakamkan bayi
Bayi
tersebut dimakamkan dengan cara-cara yang khusus. Jenazah bayi tersebut harus
digendong oleh ibunya menuju ke tempat pemakaman di Pohon Tarra tersebut.
Lubang pohon tersebut tidak boleh menghadap ke rumah. Jadi jika rumahnya
menghadap ke timur, maka lubang tidak boleh menghadap ke barat. Tujuannya agar
arwah bayi tersebut tidak kembali ke rumah.
Kemudian,
bayi tersebut diletakkan di dalam lubang yang telah dibuat di pohon Tarra
tersebut. Posisinya sama seperti bayi di dalam kandungan.
Kemudian
setelah bayi diletakkan dengan posisi yang sesuai, Seekor babi dibawa bersama
rombongan dan disembelih di tempat itu juga. Babi menyimbolkan tempat bayi
tersebut bersemayam. Tujuannya, babi harus disembeli di tempat agar arwah bayi tetap
tinggal di tempat tersebut. Kalau disembelih di rumah, arwah bayi akan ikut
kembali ke rumah. Kemudian lubang pohon tersebut ditutup dengan daun rumbai
yang ada di sekitar pohon. Seluruh orang tua dan pengiring bayi harus pulang ke
rumah cepat-cepat tanpa menoleh ke arah pohon sedikitpun setelah babi selesai
disembelih dan dimasak. Tujuannya, agar orang tua dapat segera melupakan hal
tersebut dan arwah bayi tidak mengikuti sampai rumah.
Boneka dibungkus kain putih untuk sang bayi
Filosofi
pemakaman di pohon adalah bahwa sebenarnya bayi yang telah mati ini harus
mengalami kehidupan yang baru. Yaitu dengan menitipkan di lubang sebuah pohon
yang nantinya dianggap sebagai rahim ibu bagi bayi tersebut. Sehinga, bayi
tersebut akan terus bertumbuh dan berkembang seiring dengan bertumbuhnya pohon.
Dan pohon yang menjadi tempatnya tersebut akan menjadi ‘Ibu Kandung’ baru bagi
bayi yang telah meninggal tersebut.
Pemakaman
terakhir di situs Kambira ini dilakukan pada tahun 1950, seiring dengan mulai
masuknya agama Kristen di Toraja. Kepercayaan pohon adalah ibu tentu
bertentangan dengan kelima ajaran agama import yang ‘diakui’ oleh Indonesia.
Karena kepercayaan tersebut merupakan kepercayaan animisme yang diturunkan
sejak awal suku Toraja ada.
Lantas,
bagaimana lubangnya? Menutup, atau tetap ternganga dan terisi tulang belulang
bayi? Karena pohon Tarra’ ini menghasilkan banyak sekali getah, maka lubang ini
akan segera menutup dan menyatu kembali dengan batang pohon.
Lubang bekas makam bayi yang telah menutup dengan sempurna. Kabarnya, bayi dimakamkan sekitar tahun 1900-an
Sayangnya,
8 tahun yang lalu pohon Tarra yang menjadi makam satu-satunya di situs Kambira
ini tumbang karena lapuk. Namun, saat ini pohon sudah mulai tumbuh tunas-tunas
baru dan sudah mulai menghijau kembali.
Selama
ada di situs ini, jangan khawatir. Anda akan dibimbing oleh guide lokal yang
merupakan warga sekitar. Mengenai biaya? Anda hanya dikenakan biaya masuk Rp
10.000 per orang dan biaya sukarela untuk guide lokal tersebut. Anda akan
dijelaskan sampai benar-benar paham mengenai situs Kambira ini.
Komentar
Posting Komentar