Dahsyatnya Upacara Pemakaman Toraja
Upacara pemakaman menjadi upacara
yang terpenting, termahal, dan terlama bagi masyarakat Toraja. Upacara lainnya,
yaitu upacara syukuran Tongkonan (Rumah Adat Toraja) hanya dilaksanakan selama
3 hari, pun biayanya tidak banyak, sedangkan upacara pernikahan justru hanya
dilaksanakan dan selesai dalam 1-2 hari.
Upacara pemakaman sendiri menjadi
sangat penting bagi masyarakat Toraja karena istilahnya upacara tersebut adalah
upacara untuk menghibur, menguatkan, dan mengantarkan orang yang telah meninggal
tersebut ke Puya’ (akhirat). Upacara ini juga merupakan sebuah upacara puncak
kehidupan bagi orang Toraja. Upacara ini secara utuh dinamakan sebagai Rambu
Solo, dengan berbagai fragmen kecil seremonial di dalam rangkaian harinya.
Upacara ini bisa berlangsung mulai dari 3 sampai 7 hari. Biaya yang dihabiskan
bisa sampai bermilyar-milyar rupiah, tergantung strata orang tersebut. Semakin
tingi stratanya, semakin mahal pula habisnya.
Salah satu gerbang menuju arena Rambu Solo
Upacara ini bisa dilaksanakan
sekian hari, minggu, bulan, bahkan tahun semenjak orang meninggal. Hal ini
tergantung dari kesiapan keluarga, terutama dalam hal finansial. Kalau
keluarganya bisa segera dikumpulkan dalam satu waktu dan biaya juga bisa segera
terkumpul, maka upacara kematian dapat segera dilakukan. Jika uang tidak cukup
untuk membuat perayaan, maka biasanya perayaan ditunda dulu sampai uangnya
cukup.
Sementara menunggu upacara
dilaksanakan, lantas dikemanakan mayatnya? Jenazah orang yang telah meninggal
biasanya hanya dianggap sebagai orang yang lemah saja oleh orang Toraja, tidak
dianggap telah mati. Maka, biasanya jenazah tersebut tetap ditidurkan di tempat
tidur di kamar tempat biasa orang tersebut tidur. Setiap harinya juga tetap
diberikan makanan dan minuman, bahkan diajak mengobrol karena dianggap masih
hidup. Tentunya semuanya ini setelah jenazah mengalami proses mumifikasi
sebelumnya, sehingga jenazah tidak menimbulkan bau-bau yang mengganggu. Apakah
seram? Tidak, biasa saja. Karena masyarakat Toraja sudah biasa dengan hal yang
demikian.
Setelah waktu perayaan akan tiba,
biasanya keluarga dan warga sekitar mulai bergotong royong mendirikan bangunan.
Lumbung-lumbung (Allang), disatukan menjadi sebuah kompleks berbentuk
balai-balai melingkari halaman depan. Pintu masuk tamu dan pintu masuk rumah
keluara sebisa mungkin dibuat berhadapan, sehingga celah yang ada hanya kedua
pintu masuk tersebut. Pada bagian lain, dibuat sebuah bangunan berbentuk pendopo
bertingkat yang fungsinya untuk menyambut tamu keluarga yang baru datang. Kemudian,
jenazah diletakkan di atas sebuah lumbung. Jenazah dimasukkan ke dalam keranda
yang bentuknya unik dan khas. Semakin unik dan bagus bentuk kerandanya, maka
semakin tinggi juga strata sosial almarhum.
Pengiring Tamu Keluarga
Proses membuat semua itu
diperkirakan memakan waktu selama 2 hari. Bahannya adalah kayu glugu (kayu
kelapa) dan bambu. Jika keluarga merupakan keluarga yang cukup terhormat,
biasanya ditanam pohon sejenis pohon aren di depan rumah keluarga. Halaman
tengah, nantinya digunakan untuk menyembelih kerbau dan meletakkan babi
persembahan dari tamu keluarga.
Iring-iringan pihak keluarga
Saat hari tiba, jenazah dalam
keranda sudah diletakkan di atas lumbung. Sementara hajatan dimulai dengan
tari-tarian yang disebut ma’badong (kalau tidak salah). Tarian ini merupakan
tarian yang berfungsi sebagai penghormatan terhadap almarhum. Kemudian, setelah
tarian tersebut dilanjutkan dengan upacara-upacara lainnya, yang biasanya
dilakukan pada hari pertama.
Iring-iringan tamu keluarga memasuki arena pesta
Pada hari kedua hingga jelang
pemakamannya, dilakukan penerimaan tamu oleh keluarga. Penerimaan tamu ini juga
tidak sekedar mempersilakan tamu masuk, tetapi juga penuh dengan upacara.
Tamu-tamu yang dimaksud disini adalah tamu keluarga yang terdiri dari keluarga
jauh, kolega, rekan, atau tetangga sekitar. Setiap tamu keluarga ‘diwajibkan’
membawa semacam seserahan. Biasanya bentuknya babi hidup, rokok, beer, atau
makanan jadi. Jumlahnya menyesuaikan jumlah rombongan. Atau bisa jadi satu ekor
babi digunakan untuk urunan satu keluarga kecil (harga seekor babi ukuran
sedang 1-2 juta). Bisa jadi pula, besarnya seserahan disesuaikan dengan
besarnya hutang tamu tersebut kepada keluarga yang berduka karena dulu keluarga
yang berduka pernah memberikan seserahan kepada keluarga tamu tersebut. Biasanya,
dalam satu rombongan tamu keluarga bisa terdiri dari banyak sekali orang.
Seserahannya pun bisa banyak sekali. Satu rombongan tamu keluarga kadang
membawa babisampai 5 ekor, masih ditambah 5 slop rokok dan 2 krat beer. Ada
juga sekeluarga yang datang membawa makanan jadi dan rokok karena keluarga
tesebut keluarga Muslim, sehingga haram jika membawa babi.
Babi yang dibawa tamu keluarga dicatat kemudian ditandai
Tatacaranya, ketika semua tamu
keluarga sudah berkumpul, maka tim penyambut tamu (biasanya bagian dari
keluarga yang berduka juga) mencatat nama ‘pemimpin’ rombongan dan
barang-barang seserahan yang dibawa. Kemudian, seserahan berwujud babi
diberikan catatan kecil berisi nama penyumbang. Babi-babi sudah disiapkan
sedemikian rupa supaya mudah dibawa. Kemudian, penerima tamu tadi laporan
kepada MC yang bertugas (kalau di Jawa semacam pranata hadicaranya). Ketika MC
sudah berkata-kata dalam Bahasa Toraja bahwa akan ada tamu yang datang masuk,
maka semua pengiring rombongan siap. Pengiring rombongan untuk tamu keluarga
merupakan 4 orang laki-laki yang membawa gong, memukulnya, sambil menari-nari
penuh kebahagiaan.
Setelah semua barisan siap, maka
alu dan lesung akan dipukul-pukul oleh sekelompok ibu-ibu, pertanda rombongan
tamu keluarga akan segera masuk. Barisan pertama rombongan adalah seserahan
berupa babi atau rusa. Kemudian diikuti dengan 4 lagi-lagi penabuh gong.
Kemudian belakangnya adalah seorang penatua, kemudian di belakangnya baru tamu
keluarga yang membawa seserahan dan berpakaian hitam-hitam, atau pakaian gelap.
Semuanya beriringan sembari alu dan lesung terus dipukul sampai tamu keluarga
masuk ke dalam pendopo untuk menerima tamu.
Sementara tamu berarakan,
keluarga yang berduka bersiap keluar dari rumah. Jika suasana arak-arakan tamu
keluarga tadi berirama bahagia, maka arak-arakan keluarga yang berduka ini
suasananya sedih. Bagian depan keluarga yang berduka merupakan dua orang anak
perempuan berpakaian putih. Dibelakangnya merupakan pemusik, dua orang bapak-bapak
yang meniup seruling dan seorang ibu-ibu yang melantunkan sebuah lagu berbahasa
Toraja. Irama dari musiknya sedih dan menyayat hari. Rombongan keluarga
seluruhnya berpakaian hitam-hitam. Kemudian, rombongan keluarga yang berduka
ini memasuki pendopo yang sama dengan pendopo yang dimasuki oleh tamu keluarga.
Kemudian, di pendopo tersebut, diharapkan terjadi interaksi dan ucapan bela
sungkawa dari tamu keluarga terhadap keluarga yang berduka.
Iring-iringan penyaji kudapan pesta. Kalau di Jawa, namanya 'Sinoman'
Sembari proses ngobrol-ngobrol,
dari pihak pengantar makanan dan minuman yang seluruhnya terdiri dari anak muda
laki-laki dan perempuan (kalau di Jawa sebutannya Sinoman) menghantarkan
makanan dan minuman kepada tamu keluarga. Tamu keluarga biasanya dijamu dengan
teh panas, makanan kecil khas Toraja (Kue Tori, dll), Piong Babi (Babi yang
dimasak dalam bambu), nasi, dan lauk-lauk lainnya yang dibawa oleh tamu lain
sebagai seserahan (kadang ada mie, balado telor, capjay, Piong Ikan, Piong
Ayam). Babi yang dimasak adalah babi yang dibawa oleh tamu keluarga. Beda lagi
nanti jika di upacara peresmian Tongkonan. Jika di upacara kematian ini,
seluruh makanan disediakan oleh yang punya hajat. Jika pada peresmian Tongkonan,
nasi dan lauk-pauk tamu keluarga yang bawa sendiri.
Babi yang sudah ditikam dengan bambu, kemudian dibului, lalu dibagi
Sembari makan dan beramah tamah,
babi yang dibawa oleh pihak tamu keluarga dilihat satu per satu, kemudian
dilihat nama penyumbangnya, kemudian didoakan dengan bahasa Toraja (yang saya
tidak paham artinya), kemudian bulunya dipilox dengan inisial penyumbang. Nama
penyumbang ini kemudian dicatat dan dianggap sebagai hutang oleh keluarga yang
berduka kepada tamu keluarga tersebut supaya nanti jika tamu keluarga tersebut
gilirannya berduka, pihak keluarga dapat ‘membayar’ hutangnya dengan jumlah
yang setimpal.
Setelah didoakan dan ditandai,
babi tersebut digotong keluar lagi, kemudian dibunuh dengan cara ditikam dengan
bambu dari sisi kiri ke sisi kanan menembus jantungnya. Kemudian, setelah babi
tersebut mati, bulunya dibakar dengan menggunakan gas LPG sampai bulunya habis.
Baru kemudian babi tersebut dipotong-potong dan dibagi. Sebagian ditinggalkan
untuk keluarga yang berduka, dan sebagiannya lagi dibawa pulang oleh tamu
keluarga yang membawa. Kadang juga, daging babi tersebut sebagiannya lagi
disumbangkan kepada gereja dan orang-orang yang kurang mampu.
Setelah babi selesai di potong
dan setelah tamu keluarga selesai ramah-tamah, biasanya tamu langsung
dipersilakan untuk pulang atau bisa duduk-duduk dulu di balai-balai untuk
sementara waktu. Saat tamu pulang, tidak ada arak-arakan seperti di awal tadi.
Begitu juga seterusnya jika selanjutnya ada tamu. Maka, sebenarnya, saat ada
upacara seperti ini, keluarga yang berduka sangat capek karena
sebentar-sebentar harus berjalan arak-arakan untuk menjemput rombongan.
Jelang hari pemakaman, atau saat
hari pemakaman, biasanya akan diadakan adu kerbau. Kerbau yang dipilih biasanya
bukan kerbau sembarangan. Kerbau yang akan disembelih ini biasanya akan diadu
terlebih dahulu. Dan Sudah tentu kerbau yang digunakan adu kerbau adalah kerbau
yang tanduknya mencuat ke atas. Jeleknya, saat ini ajang adu kerbau ini sudah
tidak lagi sekedar tradisi, tetapi sudah menjadi ajang judi saat ini.
Saat hari pemakaman, dilakukan
penyembelihan kerbau. Kerbau disini fungsinya sebagai simbolis pengantar
almarhum ke Puya’ (akhirat). Maka semakin banyak kerbau yang disiapkan, maka
semakin mudah pula almarhum sampai ke akhirat. Harganya pun bermacam-macam,
tergantung jenisnya. Harganya mulai dari Rp 30 juta sampai dengan Rp 1 Milyar.
Tentu tiap keluarga tidak ingin orang yang meninggal yang dicintainya mengalami
kesusahan untk menuju ke akhirat. Maka tidak mungkin pula keluarga hanya
membeli sedikit kerbau saja. Paling tidak ada 3-5 kerbau. Ada juga yang
menyiapkan sampai dengan 100 ekor kerbau (upacara kematian ibunda Wakil Bupati
Tana Toraja). Jenis kerbaunya pun bermacam-macam. Jika ada Tedong (Kerbau)
Saleko dan Tedong Bonga, sudah dipastikan bahwa keluarga tersebut adalah
keluarga yang menengah ke atas. Kerbau ini disembelih dengan cara ditebas
kepalanya.
Setelah semua ritual selesai,
jenazah diarak ke pemakaman. Jika pemakamannya jauh, biasanya arak-arakan akan
menggunakan kendaraan bermotor. Orang Toraja sudah paham semua, jika ada
arak-arakan orang meninggal, maka semua orang di jalan tersebut akan minggir
sejenak dan memberikan jalan. Tidak seperti di Jawa, khususnya Jogja dan
Surabaya, kalau ada arak-arakan orang meninggal ditutupin aja, atau kalau
mereka bisa lewat, terus kita ngikut di belakangnya dan ikut-ikutan nyalain
lampu hazard biar nggak kena lampu merah. Hmm...
Kemudian, jenazah dalam peti
tersebut diletakkan dalam makam. Biasanya, makam yang disediakan adalah makam
yang sudah turun menurun. Sehingga, satu ranting keluarga pokok bisa dimakamkan
dalam satu makam. Ada lebih kurang 6 jenis makam: makam berbentuk rumah, makam
gantung, makam goa, makam batu, makam tebing, dan makam pohon Tara’. Makam
berbentuk rumah adalah makam yang bentuknya seperti pakuncen pada umumnya. Satu
rumah bisa untuk makam dari nenek sampai cucu-cucunya. Makam gantung digunakan
untuk jenazah anak-anak yang sudah bergigi tapi belum akil balik. Makam goa,
makam batu, dan makam tebing sebenarnya sama saja. Bedanya, semakin tinggi
tempatnya (lubang di tebingnya), biasanya stratanya juga semakin tinggi.
Sedangkan makam pohon Tarra’ hanya digunakan untuk bayi yang belum bergigi.
Saat ini, makam pohon sudah tidak digunakan, kecuali bagi yang masih menganut
animisme, karena kepercayaan yang hinggap di makam pohon tersebut bertentangan
dengan ajaran Kristen.
Setelah jenazah dimakamkan pada
makam yang dimaksud, maka perayaan sudah dianggap selesai dan semuanya kembali
berjalan normal. Tidak ada ibadah 7 hari, 40 hari, 100 hari, atau 1000 hari.
Hanya saja jika suatu waktu almarhum masuk melalui mimpi dan minta suatu
barang, maka pihak keluarga harus berziarah dan membawakan barang yang
diinginkan almarhum dan diletakkan di dekat petinya. Contohnya, ada almarhum
yang hadir dalam mimpi dan minta dibawakan mizone dan selimut karena
kedinginan. Maka, keluarga almarhum harus berziarah dan membawa mizone dan selimut,
kemudian diletakkan di samping peti jenazah.
Biasanya upacara dimulai lagi
jika pihak keluarga ingin mengganti peti mati. Jika peti akan diganti, maka
harus dibuat perayaan yang sama mewahnya dengan upacara kematian di awal. Harus
menyembelih kerbau lagi dan menyiapkan segalanya.
Upacara lanjutan lainnya adalah
upacara Ma’nene’ atau yang biasa disebut sebagai ritual mayat berjalan. Upacara
ini dilakukan bila keluarga ingin mengganti baju jenazah yang termumifikasi
sempurna, badannya masih utuh meskipun sudah lama dimakamkan. Mayat diberikan
mantra-mantra dan akan berjalan 1-2 meter saja. Meskipun ini tradisi, tapi
tradisi ini sudah jarang dilakukan di daerah kota karena dianggap tidak
manusiawi. Di daerah pegunungan, tradisi ini masih berlangsung. Untuk tradisi
ma’nene biasanya dilakukan di bulan Agustus. Sedangkan upacara kematian dan
upacara peresmian Tongkonan banyak dilakukan sekitar bulan Agustus dan
Desember-Januari.
Lihatlah, budaya Toraja ini
sangat unik dan otentik. Tidak ada di daerah lainnya. Perbedaan ini yang
membuat segalanya jadi indah. Bayangkan jika semua daerah diharuskan budayanya
sama dengan Toraja, awalnya pasti menarik, tapi lama-lama akan menjemukan juga
karena sudah tidak lagi otentik.
Yang demikian ini hendaknya
dilestarikan. Sebagai anak muda jangan malah malu untuk belajar budaya asalnya.
Jangan malah bangga karena tidak punya identitas kedaerahan. Malu lah sama
bule-bule yang justru getol belajar budaya khas Indonesia. Mulailah dari hal
sederhana: belajar bahasa daerah dan menggunakannya dengan baik. Nggak usah
sok-sokan keminggris pakai Bahasa Inggris daripada malah malu nanti kalau di
luar negri ditanyai “Apa budaya asli daerahmu?” terus glagepan njawabnya karena
tidak tahu.
Lestarikan Indonesiamu, Banggalah
menjadi Indonesia!
Komentar
Posting Komentar