Kete' Kesu': Masa Lalu yang Masih Hidup
Kete’
Kesu’ sebenarnya adalah nama sebuah desa yang cukup terkenal karena adatnya,
pada masanya. Saat ini, Kete’ Kesu’ terkenal karena tongkonan dan makam khas
Toraja. Lokasinya sekitar 4 km arah tenggara dari Rantepao, sehingga masih
termasuk dalam kawasan Kabupaten Toraja Utara. Untuk menuju kesana, tidak bisa
dijangkau dengan menggunakan kendaraan umum karena memang kendaraan umum
terbatas di kota saja, dan itu sangat jarang. Tiket masuk kawasan Kete’ Kesu’
adalah sebesar Rp 10.000,00 per orang.
Kompleks Tongkonan dan Allang di Kete' Kesu'
DI
Kete’ Kesu’ ini kita dapat melihat jajaran tongkonan dan allang (lumbung) yang
menjadi rumah adat khas Toraja. Ada Tongkonan pasti ada Allang. Tongkonan
memiliki arti sebagai tempat berkumpul, dari kata tongkon yang artinya
berkumpul. Sedangkan Allang berarti lumbung, tempat meletakkan bahan-bahan
pokok milik keluarga. Semakin besar Tongkonan, berarti semakin banyak pula
anggota keluarganya. Semakin banyak Allang (karena Allang ukurannya seragam)
maka semakin banyak juga anggota keluarga. Strata seseorang ditunjukkan dengan
jumlah tanduk kerbau di depan Tongkonan. Semakin banyak tanduk kerbau, makin
kaya atau makin terhormat orang tersebut. Tongkonan dan Allang di Kete’ Kesu’
ini sudah tidak digunakan sebagai rumah tinggal lagi. Hanya sebagai simbolis
saja, karena keluarga keturunan pendahulu Kete’ Kesu’ ini memilih tinggal di
daerah sekitarnya.
Kumpulan Rahang Kerbau
Tanduk yang terkumpul di depan Tongkonan
Selain
melihat tongkonan, di belakang situs ini juga terdapat makam yang terdiri dari
3 jenis makam: makam berbentuk bangunan seperti rumah, makam yang digantungkan
di tebing, dan makam dalam goa.
Allang
Makam
berbentuk bangunan seperti rumah ini kabarnya digunakan oleh kaum bangsawan Suku
Toraja, hingga saat ini, makam tersebut masih dipakai. Pada bagian depan makam
tersebut, terdapat patung kayu yang wajahnya dibuat serupa dengan orang yang
telah meninggal tersebut.
Makam berbentuk bangunan rumah yang unik. Bagian depannya biasanya terdapat patung kayu perwujudan orang yang sudah meninggal
Makam
gantung adalah makam yang sudah berusia cukup tua. Hal ini dibuktikan dengan
adanya banyak tulang belulang dalam peti yang sudah mengalami pengeroposan.
Lain dengan makam berbentuk rumah, makam gantung ini sepertinya sudah tidak
digunakan lagi. Semakin tinggi letak makam gantung ini, maka semakin tinggi
pula strata sosialnya.
Ketika tulang dan badan terpisah, nampaklah os frontale, os temporale, os nasale, os femoralis, os tibia-fibula, dan os os lainnya menyusun tubuh yang rapuh ini. Belajar anatomi lagi? Yuk bunuh-bunuhan aja...
Makam
yang terakhir adalah makam di dalam goa. Di dalam goa ini, biasanya jenazah
hanya dimasukkan ke dalam peti dan diletakkan begitu saja di dalam goa. Jika
sudah berbentuk tulang belulang, biasanya nanti dijadikan satu dengan tulang
pendahulu-pendahulunya. Kedalaman goa ini sekitar 15 meter saja. Makam goa ini
masih digunakan sampai saat ini. Terbukti dengan adanya peti mati yang masih
cukup baru.
Makam gantung yang sudah rapuh
Selain
melihat-lihat tongkonan, allang, dan kompleks pemakaman, Anda juga bisa membeli
oleh-oleh khas Toraja berupa ukir-ukiran kayu motif khas Toraja yang diukir
langsung oleh pembuatnya, kain motif Toraja, souvenir dari tanduk kerbau, tas
dari kulit kerbau, dan lain sebagainya. Harganya pun miring-miring, pedagang
disini jarang membuka dengan harga jual yang tinggi. Juga pedagangnya
jujur-jujur. Terbukti waktu ditanya kain ini produksi mana, mereka jujur
menjawab kainnya diproduksi dan dicetak di Jakarta oleh orang asli Toraja,
tetapi hanya dijual di Toraja dan sekitarnya saja.
Sebuah ruangan berisi boneka kayu. Diberi pagar karena kabarnya boneka kayu sering dicuri
Komentar
Posting Komentar