Menjelajah Toraja dan Sekitarnya: The Amazing Grave
Amazing
grave how sweet the sound. That saved a wretch like me. I once was lost but now
i’m found. Was Blind but now I see
Tentu
cuplikan lagu di atas bukanlah lagu Amazing Grace karya John Newton yang
dinyanyikan oleh Il Divo atau Josh Grobogan...maksudnya Josh Groban. Karena
kalau lagu Amazing Grace pasti awalnya juga Amazing Grace, lah ini Amazing
Grave. Artinya? Kuburan yang menakjubkan. Lantas, kenapa diberi judul dengan
Amazing Grave? Karena di Toraja, baik Kabupaten Toraja Utara (Torut) atau
Kabupaten Tana Toraja (Tator) banyak terdapat kuburan-kuburan yang luar biasa
menakjubkan, baik yang berbentuk rumah yang tersebar di tepi-tepi jalan, atau
yang berbentuk tebing, goa, dan batu yang berlubang. Pun jika Anda berkunjung
ke Toraja, jangan harap ada wahana sejenis Trans Studio atau Dufan. Yang ada
hanyalah wisata peziarahan ke kuburan-kuburan yang super menakjubkan.
Sekilas
Mengenai Toraja
Toraja,
orang-orang sering menyebutnya. Tidak spesifik Toraja yang mana karena saat ini
Toraja ada dua. Tapi, yang jelas semuanya masih menjadi satu, hanya terpisah
menjadi dua dengan alasan administratif saja.
Toraja,
seperti yang dijelaskan di awal, terdiri dari Kabupaten Tana Toraja dan
Kabupaten Toraja Utara. Keduanya terletak di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kabupaten Toraja Utara sendiri merupakan sebuah wilayah hasil pemekaran
Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2008. Kabupaten Tana Toraja memiliki pusat
pemerintahan di Makale. Sedangkan Kabupaten Toraja Utara memiliki pusat
pemerintahan di Rantepao. Kedua pusat pemerintahan merupakan kota yang cukup
besar dan rame. Perbedaannya hanya pada ciri khas pusat kotanya saja. Jika
Makale, pusat kotanya berupa sebuah danau dengan patung Lakipadada dengan
dikelilingi pusat pemerintahan, gedung DPRD, sekolah, gereja, beberapa
pertokoan, dan jauh di belakang ada Pasar Makale. Sedangkan Rantepao memiliki
karakter yang berbeda, tidak ada danau di tengah kota, tetapi hanya berupa
jalan-jalan besar saja. Rantepao memiliki karakteristik kota yang mirip dengan
kota-kota kecil di Jawa. Meskipun bentuk kotanya beda, tetapi kedua kota ini
sangat ramai, meskipun pada beberapa waktu lebih ramai Rantepao daripada
Makale.
Toraja,
baik Tator maupun Torut sebagian besar dihuni oleh masyarakat asli Suku Toraja.
Sebagian kecil merupakan pendatang, yang biasa dan selalu demikian, dari Jawa
dan Madura. Mayoritas masyarakat Toraja beragama Kristen dan Katolik. Sehingga
tidak heran jika gereja Kristen dan Gereja Katolik tumbuh menjamur di banyak
sudut. Ada juga Masjid, tetapi jumlahnya tidak seberapa. Ada 1 masjid besar
yang terdapat di pusat kota Makale.
Karena
mayoritas beragama Kristen-Katolik, sudah jelas mayoritas menu makanan yang
tersedia disana adalah menu makanan non halal karena mengandung babi. Nyuk
Nyang (bakso) Babi, sate babi, piong babi bertebaran dimana-mana. Meskipun
demikian, masih terdapat cukup banyak juga pedagang makanan halal yang sudah
pasti menyajikan makanan dengan daging ayam ataupun sapi. Biasanya, penjual
makanan halal ini adalah pendatang dari Makassar yang berjualan Coto, Konro,
atau Sop Saudara. Juga pendatang dari Jawa dan Madura yang biasanya berjualan
gorengan, martabak, sate madura, soto madura, gado-gado, bakso sapi, mie ayam,
dan penyetan.
Masjid dan gereja berdiri berhadapan
Meskipun
nyaris semua beragama Kristen-Katolik, tetapi pada awalnya masyarakat Toraja
tidak pure memeluk agama
Kristen-Katolik sejak awal, sama seperti daerah-daerah lainnya yang awalnya
menganut kepercayaan, animisme, dan kemudian pada masa kerajaan maupun
penjajahan kemudian keyakinannya diubah. Masyarakat Toraja awalnya merupakan
penganut animisme, yang disebut sebagai Aluk, meskipun sebenarnya Aluk ini
bukan murni sebuah kepercayaan, tetapi lebih pada sistem tatanan kehidupan yang
sistematis. Pada perjalanannya di tengah era kolonial Belanda, sekitar tahun
1950, sebagian kecil masyarakat Toraja mulai berpindah ke agama Kristen. Kemudian
seiring berjalannya waktu, pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa warga negara
Indonesia harus memeluk kelima agama yang diakui oleh Indonesia dan kepercayaan
Aluk To Dolo yang ada di Toraja ini diakui sebagai agama Hindu Dharma. Maka,
sebagian warga suku Toraja masuk ke Hindu Dharma, dan sebagian besar ke
Kristen-Katolik. Masuknya sebagian besar warga suku Toraja ini juga tidak lepas
dari perjalanan sejarah suku Toraja, yang mungkin bisa dibaca tersendiri pada
buku-buku yang banyak beredar.
Toraja
merupakan sebuah daerah pegunungan dengan ketinggian beragam. Maka tidak heran
jika banyak bukit-bukit di Toraja. Daerah pegunungan inilah yang membuat hawa
di Toraja sejuk dan cenderung dingin. Terpeliharanya lingkungan sekitar juga
mendukung suasana sejuk, masih banyak pepohonan rimbun, dan bagunan-bangunan yang
dibuat juga sangat disesuaikan dengan kontur. Selain bukit-bukit, juga terdapat
beberapa patahan yang tinggi menjulang, bahkan sampai di tepi jalan-jalan.
Nampaknya, meskipun berbukit-bukit, rupa-rupanya beberapa bukit tersebut adalah
bukit kapur. Titik tertinggi Toraja adalah di Batutumonga, dengan ketinggian
sekitar 1300-1500 mdpl, dimana di tempat ini dapat terlihat dengan jelas Kota
Makale, Kota Rantepao, dan Palopo.
Apa
saja yang bisa dikunjungi di Toraja?
Seperti
yang telah dikatakan di awal, mengunjungi Toraja adalah wisata peziarahan,
wisata budaya, dan wisata kearifan lokal. Jangan harap di Toraja ada wahana
permainan serupa Dufan dan lain sebagainya, water park, dll.
Selain
mengunjungi tempat di atas, Anda bisa juga mengunjungi Batutumonga yang
terletak di ketinggian 1300-1500 mdpl. Dari tempat ini, Anda dapat melihat 3
kota sekaligus: Makale, Rantepao, dan Palopo. Dapat ditempuh dengan 1 jam
perjalanan dari Rantepao, tentu harus menggunakan kendaraan pribadi. Arahnya
sebenarnya searah dengan Situs Pallawa dan Kalimbuang Bori’.
Selain
itu, Anda yang beragama Kristen dan Katolik dapat melihat ikon baru Toraja
Utara: Patung Salib Bersinar di atas bukit bertuliskan Toraja Utara. Kabarnya,
salib tersebut akan digarap lebih serius dan dibuat seperti Patung Yesus di Rio
de Janerio.
Masih
banyak obyek lainnya yang bisa juga dikunjungi, namun rata-rata semuanya hampir
sama, berupa makam. Waktu 3 hari adalah waktu yang ideal untuk ‘menghabisi’ dan
‘menghayati’ Toraja.
Selain
melihat obyek tersebut, apa ada hal lain yang bisa dilihat?
Seperti
dibicarakan di atas, Toraja adalah sebuah suku yang sangat sarat dengan upacara
adat. Ada banyak sekali upacara adat yang dapat Anda lihat. Setidaknya ada 3
upacara yang masih sering dilakukan: Upacara Kematian (Rambu Solo), Upacara
Syukuran Tongkonan, dan Ma’Nene’ (Mayat berjalan). Ketiga upacara ini banyak
dilakukan sekitar bulan Agustus dan Desember-Januari, mengikuti hari libur anak
sekolah. Kecuali Ma’Nene’ yang biasa dilakukan di bulan Agustus. Ketika musim
perayaan/pesta tiba, biasanya seluruh masyarakat Toraja akan menghentikan
seluruh kegiatannya, termasuk bekerja. Sawah-sawah tidak akan digarap sampai
bulan pesta berlalu.
Ma’Nene’,
Sang Mayat Berjalan
Mayat
berjalan ini, sepertinya, tidak hanya terdapat di Toraja. Budaya yang
mengerikan ini sudah sangat jarang dilaksanakan di kota. Namun, di
daerah-daerah pedalaman Toraja masih dilaksanakan.
Seperti
yang diketahui sebelumnya. Jenazah di Toraja, selalu dimumifikasi (diawetkan),
mengingat upacara pemakaman tidak dilaksanakan langsung. Mayat yang
dimumifikasi ini seharusnya membusuk di kemudian hari. Namun, masih ada
beberapa jenazah yang justru menjadi mumi. Mumi ini, oleh keluarga, kadang
ingin diganti peti dan bajunya. Untuk mengganti peti dan baju, maka harus
diadakan upacara lagi, salah satunya adalah upacara Ma’Nene’ ini. Upacara yang
dilakukan, juga sebesar upacara kematian saat almarhum akan dimakamkan dulu.
Dalam upacara ini, mumi dibacakan mantra-mantra tertentu yang membuat jenazah
tersebut dapat berdiri dan berjalan, 1-2 meter saja.
Kegiatan
Ma’Nene’ ini sangat jarang dilakukan. Pun dilakukan hanya sekitar bulan Agustus
dan biasanya dilakukan di daerah-daerah pedalaman.
Selama
disana, apa makanan yang bisa dimakan?
Ada
banyak sekali makanan yang bisa dimakan disana. Yang cukup khas disana adalah
kalau tidak ikan ya babi. Kok ada ikan? Ikan biasanya dikirim langsung dari
Pangkep atau dari Pare-Pare dengan pick up. Selain ikan, ada menu lainnya,
yaitu ayam, sebagian kecil sapi (karena sapi sangat jarang disini), dan Kotte’
(dibaca kotek, artinya bebek).
Jika
makan di Toraja pasti akan stress, karena semua menunya terdiri dari babi. Bagi
penggemar babi, terutama yang beragama non-Muslim, ada 3 menu babi yang wajib
Anda coba: Piong Babi, Sate Babi, dan Nyuk Nyang Babi.
Bagi Anda yang haram
mengkonsumsi babi ada
banyak pilihan menu disana. Di daerah Rantepao dan Makale ada banyak yang
berjualan Coto, Konro, dan Sop Saudara. Penjualnya rata-rata pendatang dari
Makassar. Ada juga penjual Warung Muslim, baik di Rantepao ataupun di Makale.
Di Rantepao ada sebuah warung Muslim dengan menu bakso, mie ayam, penyetan,
gado-gado, dan nasi campur dengan harga RP 21.000,00 sekali makan termasuk
minum. Penjualnya perantau dari Solo, Jawa Tengah. Di Rantepao juga ada warung
makan padang. Di Makale, jika sore, tersedia Sate dan Soto Madura di dekat
tempat nongkrong tepi danau. Harganya cukup terjangkau, Rp 18.000,00 untuk
seporsi sate/ soto plus nasi. Atau jika masih bingung, makan saja di tempat
nongkrong sore di samping danau tengah kota Makale. Tersedia banyak menu halal
disana, sembari nongkrong cantik sore-sore melihat orang-orang Toraja lari
sore. Weits, orang Toraja cantik-cantik dan ngganteng-ngganteng lho.
Oleh-oleh
khas apa yang pantas dibawa?
Toraja
adalah daerah yang unik dengan keragaman kuliner. Anda bisa membawa pulang
makanan-makanan kering khas Toraja, misal Kue Tori yang memang sangat khas Toraja
dan tidak mudah basi. Atau bisa juga membeli kain dan pahatan khas Toraja yang
banyak dijual di Pasar Makale.
Satu
lagi yang sangat terkenal adalah kopi Toraja. Ada satu toko kopi yang boleh
direkomendasikan untuk kopinya. Yaitu Warung Kopi Toraja.
Selama
di Toraja naik apa?
Jika
kantong Anda cekak, secekak apapun, kurang disarankan naik angkutan umum
semacam angkot dan lain sebagainya. Selain tidak luwes, jumlahnya pun sangat
minim. Mending sewa sepeda motor saja, toh jatuhnya juga hampir sama dengan
naik angkutan umum. Jika Anda berombongan cukup banyak, bisa juga sewa mobil.
Biaya per hari all in yang wajar di Toraja adalah antara Rp 400-500 ribu untuk
12 jam++. Biaya tersebut sudah termasuk
driver dan bensin, dan Anda akan dijemput dan diantar dari dan ke hotel tempat
menginap. Jika Anda memaksakan naik angkutan umum, maka harus siap fisik yang
kuat, karena beberapa objek harus berjalan cukup jauh dari jalan utama.
Bagaimana
cara menuju Toraja?
Untuk
menuju Toraja, Anda harus menuju kota terbesar dan terdekat, yaitu Makassar.
Ada sangat banyak sekali penerbangan dari dan ke Makassar. Garuda Indonesia
saja melayani 3x penerbangan sehari dari Surabaya-Makassar PP dan 2x sehari
penerbangan Jogjakarta-Makassar. Lion Air malah sekitar 7 kali
Surabaya-Makassar PP. Tentu sangat mudah menuju Makassar.
Dari
Makassar, ada 4 pilihan: naik mobil plat kuning, charter mobil, naik bus, atau
naik pesawat.
Penerbangan
dari Makassar ke Toraja dilayani 2 kali seminggu, kalau tidak salah sekitar
hari selasa dan Jumat dan dilayani oleh pesawat dari maskapai SMAC dengan
kapasitas 20 kursi. Perjalanan sekitar 55 menit dari Bandara Hasanuddin ke
Bandara Pongtiku di Tana Toraja.
Jika
memilih menggunakan mobil plat kuning, maka Anda harus oper-oper. Anda harus
naik bis transfer DAMRI keluar bandara. Dari luar bandara, disitulah jalan
poros Makassar-Maros. Disitu Anda mulai naik mobil plat kuning ke Pare-Pare.
Biasanya Anda akan ditawari untuk langsung ke Toraja dengan tarif tertentu.
Jika Anda tidak cocok harganya, Anda bisa pindah di Pare-Pare mencari mobil
plat kuning Pare-Pare-Makale. Dari Makale, jika Anda ingin menginap di
Rantepao, Anda harus naik mobil plat kuning Makale-Rantepao lagi. Untk masalah
harga, bisa jauh lebih murah dengan cara sambung-sambung demikian. Mungkin
sekitar Rp 120.000,00 sudah bisa sampai Rantepao. Tetapi masalah efisiensi
waktu tidak masuk sama sekali.
Jika
memilih charter, ada banyak pilihan charter mobil di Bandara. Mulai dari Avanza
sampai Innova ada semua. Untuk biaya charter sekitar Rp 1,2-1,8 juta per mobil
tergantung jenis mobil dan kemampuan menawar. Sebaiknya melalu chater resmi
yang ada di bandara. Atau jika ragu, bisa menggunakan jasa sewa mobil swasta,
seperti TRAC Astra.
Bis-bis Makassar-Toraja bagus-bagus dan berangkat sehari 2 kali
Atau
misalkan Anda ingin biaya yang lebih murah lagi, Anda bisa memanfaatkan jasa
bis. Bis tersedia dari margin harga Rp 100.000-210.000, tergantung kelas dan
fasilitas. Jika ingin yang paling murah, bisa memakai jasa PO Batutumonga atau
PO Litha&Co ekonomi class dengan tarif Rp 100.000-120.000,00. Bis tersebut
biasanya berangkat agak sore, sekitar pukul 19.00 dan pagi sekitar pukul 07.00.
Meskipun ekonomi, tetapi seatnya tetap 2-2. Jika Anda sedikit berduit, maka
naiklah bis-bis Mercedes-Benz non air suspension dengan harga rata-rata RP
150.000-170.000 tergantung POnya. Atau jika lebih berduit lagi dan ingin
kecepatan dan kenyamanan, naiklah VIP Class 32 seat Air Suspension dengan harga
tiket Rp 170.000, Eksekutif Class 28 Seat dengan harga Rp 190.000,00, atau
Super Eksekutif dengan seat electric dengan harga Rp 210.000. Khusus untuk seat
electric, hanya PO Primadona dan Manggala Trans saja yang memiliki. PO-PO yang
melayani jalur tersebut adalah PO Bintang Prima, PO Bintang Timur, PO Setuju,
Litha&Co, Manggala Trans dan Metro Permai (Satu grup), PO Alam Indah, PO
Primadona, PO Batutumonga. Armada yang tersedia Mercedes-Benz OH1525, OH1521,
OH1526, OH1626, OH1830, OH1836, Scania K124iB, Scania K380iB, Scania K310iB,
dan Scania K360iB. Tentu masing-masing jenis mesin dan kelas ada harganya
tersendiri. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya. Tetapi, jangan
khawatir. Khusus kelas VIP keatas, kursinya tebal dan empuk kok. Dijamin nyaman.
Dengan
budget Rp 2 juta saja sudah bisa kok hidup 3 hari di Toraja termasuk transport
Makassar-Toraja dengan bis. Tunggu apa lagi untuk kesana? Visit Toraja 2015!
Selamat siang dan salam kenal mas, dulu wakktu di toraja sampean nginap di mana mas
BalasHapus